Here comes the rain again, falling from the stars, drenched in my pain again, becoming who we are. As my memory rests, but never forgets what I lost. Wake me up when September ends.
Here comes the rain again, falling from the stars, drenched in my pain again, becoming who we are. As my memory rests, but never forgets what I lost. Wake me up when September ends.
Tiba-tiba tahun 2022 sudah memasuki bulan Agustus lagi.
Tiba-tiba, kita hanya punya waktu sebanyak lima bulan hingga akhirnya tibalah kedatangan tahun 2023.
Dan di hari ini, aku merasa waktu itu memburu. Membuat kita tak hentinya berlari.
Atau mungkin melarikan diri.
Times flies so fast, indeed.
Hingga kita berhenti, lalu mati.
Menjadi orang dewasa itu berarti harus bisa membuat daftar prioritas. Kita juga akan mulai kehilangan waktu untuk selalu bersosialisasi dengan teman-teman terdekat, sebab sulitnya meluangkan waktu untuk bersama-sama.
Karena bekerja kemungkinan besar menjadi prioritas utama, selain keluarga tentunya.
Makanya, bisa ketemu dan bercengkrama dengan teman-teman itu rasanya sudah menjadi hal yang patut disyukuri, loh.
Mari kita rayakan persahabatan yang terus terjalin pada hari Persahabatan Internasional setiap tanggal 30 Juli.
Kangen kalian, temans.
Lagi-lagi kita diingatkan bahwa kematian itu begitu dekat. Kali ini, lewat satu keluarga utuh yang sebelumnya selalu bahagia. Ya, kita tahu siapa.
Sudah beberapa hari ini kita menunggu kabar dari Emmeril Khan Mumtaz, atau yang biasa dipanggil Eril. Sejak beberapa hari lalu pulalah, Eril ditunggu oleh keluarganya, terutama sang ayah dan mamah, Pak Ridwan Kamil dan Ibu Atalia. Eril dinyatakan hilang di sungai Aare, Swiss.
Kita semua turut bersedih, dan mendoakan agar Eril bisa segera ditemukan dan selamat tanpa kurang suatu apa.
Namun, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Setelah satu minggu pencarian, akhirnya Eril akhirnya dinyatakan telah meninggal dunia.
Seketika Indonesia berduka. Kita semua berduka.
Betapa kita patah hati berjamaah mendengar berita tersebut. Keikhlasan dan ketegaran yang ditampakkan oleh pak Ridwan Kamil dan ibu Atalia itu, Ya Allah.
Sekarang, sudah saatnya kita untuk pulang dan memeluk keluarga di rumah. Beri tahu mereka bahwa mereka adalah hal berharga di hidup kita.
Kelabu bulan Juni, untuk kita semua.
Pagi itu langit kelabu.
Rinai hujan tak kunjung henti menyebarkan bau tanah basah. Matahari masih enggan menampakkan cahayanya, tidak peduli hanya ada kegelapan belaka.
Tentu saja refleks terbaik adalah menarik selimut dan kembali tidur, namun kesadaran bahwa masih ada tugas yang harus diselesaikan memaksaku untuk membuka mata. Hingga akhirnya tugas terakhir di hari itu pun usai bersamaan dengan senja yang mengucapkan selamat tinggal. Langit kembali kelam, pekat.
Fix, sidang isbat menyatakan bahwa besok kita akan merayakan hari kemenangan. Idulfitri 1 Syawal 1443 H / 2022 M jatuh pada tanggal 2 Mei 2022.
Di tengah keramaian, lagi-lagi aku terjebak dalam pikiran sendiri saat pesan tersebut tak sengaja terbaca. Ada perang di kepala saat aku menyadari bahwa lebaran tahun ini adalah Idulfitri keempat tanpa ayah di sisi.
Idulfitri keempat tanpa Ayah yang selalu sibuk ketika di pagi Lebaran dan kami anak-anaknya masih bersiap-siap, sementara waktu terus berjalan dan kami sekeluarga harus segera beranjak pergi. Idulfitri keempat tanpa Ayah dengan senyumnya tatkala kami berkumpul setelah pulang dari salat id. Idulfitri keempat tanpa mendengar suaranya.
Hingga suara-suara lain menyadarkan bahwa aku sedang bersama orang-orang. Ah, tak berguna membiarkan kegaduhan di kepalaku itu terus berlanjut, ternyata.
Kami rindu, Ayah. Lebaran keempat tanpamu dan rasa kehilangan itu kiranya masih tetap sama.
Sesungguhnya tak ada yang begitu istimewa di bulan Ramadan tahun ini. Hari-hari berjalan seperti biasanya: beberapa malam bisa tidur lebih awal meski tetap saja harus terbangun di tengah malam, ataupun terjaga hingga menuju subuh. Dilanjutkan dengan sahur, dan tidur sebentar bila sempat atau buka laptop untuk mengerjakan tugas.
Kemudian bersiap-siap berangkat ke kantor, bekerja di kantor hingga sore, pulang dan mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa (sekaligus makanan untuk sahur pula), menunggu saatnya berbuka, tarawih di rumah, dan kembali bekerja atau tidur bila tidak ada deadline. Oh iya, salat fardhu juga kebanyakan di rumah kecuali zuhur di kantor. Dah, sesimpel itu aja.
Hal ini terus berulang-ulang hingga akhirnya Ramadan hampir tiba di penghujungnya.
Lantas, apa sih yang mau kamu ceritakan, Nin? Nggak ada sih, cuma pengin update soal kehidupan, dan yang penting ada artikel baru di blog Kala Kelabu. Iya, cerita soal hidupku yang kelabu ini, ha ha.
See you soon on my next blogpost. ^^